Pemerintahan awal Constantinus I

jmpl|Potret Gaius Flavius Valerius Constantinus pada keping wang Romawi. Inskripsi di sekitar potret adalah "Constantinus Aug[ustus]".

Bagian wilayah Empayar yang menjadi kekuasaan Constantinus meliputi Britania, Galia, dan Spanyol. Dengan demikian baginda memimpin salah satu pasukan terbesar Romawi, yang menempati perbatasan penting Rhein.[72] Setelah promosinya menjadi maharaja, Constantinus tetap di Britania, mengusir kembali suku Pict dan mengamankan kendalinya di keuskupan-keuskupan sipil bagian barat laut. Baginda menyelesaikan rekonstruksi pangkalan-pangkalan tentera yang dimulai sejak pemerintahan ayahnya, dan memerintahkan perbaikan jalan raya di kawasan itu.[73] Baginda segera berangkat menuju Augusta Treverorum (Trier) di Galia, ibu kota Tetrarki di Empayar Romawi bagian barat laut.[74] Suku Franka, setelah mengetahui aklamasi Constantinus, menginvasi Galia di hilir Sungai Rhein selama musim dingin tahun 306–307 M.[75] Constantinus mengusir mereka kembali ke luar Rhein dan menangkap dua raja mereka, Ascaric dan Merogaisus. Kedua raja dan tentara mereka dijadikan mangsa hewan-hewan di amfiteater Trier dalam perayaan-perayaan adventus (kedatangan) yang mengiringinya.[76]

[[Berkas:Trier Kaiserthermen BW 1.JPG|jmpl|kiri|Pemandian-pemandian umum (thermae) yang dibangun di Trier oleh Constantinus. Lebih dari 100 meter lebarnya dengan panjang 200 meter, dan mampu menampung beberapa ribu orang pada waktu bersamaan, pemandian-pemandian tersebut dibangun untuk menandingi yang terdapat di Roma.[77]]]

Constantinus memulai perluasan Trier. Baginda memperkuat dinding yang mengelilingi kota dengan menara-menara tentera dan gerbang-gerbang berkubu, serta mulai membangun kompleks istana di bagian timur laut kota. Di sisi selatan istananya, baginda memerintahkan pembangunan sebuah balairung formal yang besar, dan sebuah pemandian imperial yang sangat besar. Constantinus memprakarsai banyak projek bangunan di seluruh Galia selama masa jabatannya sebagai maharaja Barat, khususnya di Augustodunum (Autun) dan Arelate (Arles).[78] Menurut Laktansius, Constantinus mengikuti jejak ayahnya dalam hal kebijakan toleransi terhadap Kekristenan. Meskipun belum menjadi seorang penganut Kristiani, baginda mungkin pada saat itu menilainya sebagai kebijakan yang lebih bijaksana daripada penganiayaan secara terbuka,[79] dan sebagai salah satu cara untuk membedakan dirinya dari sang "penganiaya besar", Galerius.[80] Constantinus secara rasmi memutuskan diakhirinya penganiayaan, dan mengembalikan segala milik penganut Kristiani yang telah hilang selama masa penganiayaan.[81]

Karena Constantinus umumnya masih belum teruji dan memiliki suatu jejak ilegitimasi, baginda mengandalkan reputasi ayahnya dalam propaganda awalnya: berbagai panegirik tertua mengenai Constantinus memuat perbuatan-perbuatan ayahnya sebanyak perbuatan-perbuatan Constantinus sendiri.[82] Projek-projek bangunan dan keterampilan tentera Constantinus segera memberikan sang panegiris kesempatan untuk berkomentar positif mengenai kesamaan antara ayah dan puteranya. Eusebius mengatakan bahawa Constantinus adalah suatu "pembaruan dari kehidupan dan pemerintahan ayahnya, seakan-akan di dalam pribadinya sendiri".[83] Oratoria, patung, dan wang logam Konstantinian juga menunjukkan suatu kecenderungan baru yang merendahkan "bangsa barbar" d luar perbatasan. Setelah kemenangan Constantinus atas suku Alemanni, baginda mencetak keping wang yang menggambarkan suku Alemanni sedang meratap dan memohon—"Suku Alemanni takluk"—di bawah frasa "Kegembiraan bangsa Romawi".[84] Hanya ada sedikit simpati bagi musuh-musuh itu. Panegirisnya menyatakan: "Adalah suatu ampunan yang bodoh jika menyayangkan musuh yang ditaklukkan."[85]

Pemberontakan Maxentius

jmpl|lurus|Patung kepala Maxentius di Dresden.

Setelah pengakuan Galerius atas Constantinus sebagai caesar, potret Constantinus dibawa ke Roma, sesuai kebiasaan saat itu. Maxentius mencemooh subjek potret tersebut sebagai anak seorang pelacur, dan meratapi ketidakberdayaannya sendiri.[86] Maxentius, kerana iri akan otoritas Constantinus,[87] merebut gelar maharaja pada tanggal 28 Oktober 306 M. Galerius menolak mengakuinya, namun gagal menggesernya. Galerius mengirim Severus untuk melawan Maxentius, tetapi pasukan Severus, sebelumnya berada di bawah komando Maximianus (ayah Maxentius), membelot pada saat kampanye tentera; Severus ditangkap dan dipenjarakan.[88] Maximianus keluar dari masa pensiunnya kerana pemberontakan anaknya; baginda berangkat menuju Galia untuk berunding dengan Constantinus pada akhir tahun 307 M. Baginda menawarkan Fausta putrinya kepada Constantinus untuk dinikahi, dan mengangkatnya ke peringkat Augustan. Sebagai imbalannya, Constantinus harus menegaskan kembali aliansi lama keluarga antara Maximianus dan Konstantius, dan mendukung perkara Maxentius di Italia. Constantinus menyetujui, dan menikahi Fausta di Trier pada akhir musim panas tahun 307 M. Constantinus sekarang memberikan sedikit dukungannya kepada Maxentius, memberikan Maxentius pengakuan politik.[89]

Namun, Constantinus tetap menjauhkan diri dari konflik Italia. Selama musim semi dan musim panas tahun 307 M, baginda meninggalkan Galia menuju Britania untuk menghindari keterlibatan apapun dalam gejolak Italia;[90] alih-alih memberikan bantuan tentera kepada Maxentius, baginda mengirim pasukannya untuk melawan suku Jermanik di sepanjang Sungai Rhein. Pada tahun 308 M, baginda menyerang wilayah suku Brukteri, dan membuat sebuah jambatam yang melintasi Rhein di Colonia Agrippinensium (Köln). Pada tahun 310 M, baginda bergerak menuju Rhein utara dan bertempur melawan suku Franka. Ketika tidak sedang melakukan kampanye, baginda mengunjungi wilayahnya sambil mempromosikan kebaikan hatinya, serta mendukung perekonomian dan kesenian. Penolakan Constantinus untuk berpartisipasi dalam perang meningkatkan popularitasnya di kalangan rakyatnya, dan memperkuat basis kekuasaannya di Barat.[91] Maximianus kembali ke Roma pada musim dingin tahun 307–308 M, namun segera terlibat dalam perdebatan dengan puteranya. Pada awal tahun 308 M, setelah kegagalan upaya untuk merebut gelar Maxentius, Maximianus kembali ke istana Constantinus.[92]

Pada tanggal 11 November 308 M, Galerius menghimpun suatu konsili umum di kota tentera Carnuntum (Petronell-Carnuntum, Austria) untuk menyelesaikan isu ketidakstabilan di provinsi-provinsi Barat. Di antara yang hadir terdapat Diocletianus, kembali sejenak dari masa pensiunnya, Galerius, dan Maximianus. Maximianus dipaksa untuk turun takhta lagi dan Constantinus kembali diturunkan ke peringkat Caesar. Lisinius, salah seorang kolega lama Galerius dalam tentera, ditunjuk sebagai Augustus di wilayah Barat. Sistem baru tersebut tidak berlangsung lama: Constantinus menolak demosinya, dan tetap menyebut dirinya Augustus pada wang logam yang dicetaknya, kendati anggota Tetrarki yang lain menyebutnya Caesar pada wang logam cetakan mereka. Maximinus Daia runsing kerana telah diabaikan dalam pelantikan tersebut sementara Lisinius sebagai pendatang baru telah diangkat ke jabatan Augustus, dan menuntut agar Galerius mempromosikan dirinya. Galerius mengajukan penawaran untuk memanggil Maximinus mahupun Constantinus dengan sebutan "putera-putera Augusti",[93] namun tidak satupun di antara mereka menerima gelar baru itu. Pada musim semi tahun 310 M, Galerius menyebut keduanya Augusti.[94]

Pemberontakan Maximianus

[[Berkas:Constantine multiple CdM Beistegui 233.jpg|ka|jmpl|Medali emas "Constantinus yang Tak Terkalahkan" dengan Sol Invictus, buatan tahun 313 M. Penggunaan gambar Sol menekankan status Constantinus sebagai pengganti ayahnya, menarik bagi warga berpendidikan di Galia, dan hal ini dianggap kurang ofensif bagi umat Kristiani daripada menggunakan panteon pagan tradisional.[95]]]

Pada tahun 310 M, Maximianus yang telah dicabut kekuasaannya memberontak terhadap Constantinus ketika Constantinus sedang melakukan kampanye melawan kaum Franka. Maximianus telah dikirim ke selatan menuju Arles dengan satu kontingen tentara Constantinus, sebagai persiapan untuk menangkal setiap serangan dari Maxentius di Galia selatan. Baginda mengumumkan bahawa Constantinus telah gugur, dan mengambil jubah ungu kekaisaran. Meskipun menjanjikan hadiah besar bagi siapa saja yang mendukungnya sebagai maharaja, kebanyakan tentara Constantinus tetap setia kepada maharaja mereka, dan tak lama kemudian Maximianus terpaksa pergi. Constantinus segera mendengar pemberontakan tersebut, mengesampingkan kampanyenya terhadap kaum Franka, dan menggerakkan pasukannya ke hulu Sungai Rhein.[96] Di Cabillunum (Chalon-sur-Saône), baginda memindahkan pasukannya ke dalam kapal-kapal yang telah menanti untuk menyusuri Sungai Saône yang berarus lambat menuju Sungai Rhône yang arusnya lebih cepat. Baginda mendarat di Lugdunum (Lyon).[97] Maximianus melarikan diri ke Massilia (Marseille), suatu kota yang lebih mampu menahan pengepungan dalam waktu lama daripada Arles. Bagaimanapun, hal ini hanya membuat sedikit perbedaan kerana para penduduk yang setia membuka gerbang belakang untuk Constantinus. Maximianus ditangkap dan ditegur kerana kejahatannya. Constantinus memberikan sejumlah ampunan, namun sangat menganjurkan agar baginda melakukan bunuh diri. Pada bulan Juli 310 M, Maximianus gantung diri.[96]

Terlepas dari perpecahan sebelumnya dalam relasi mereka, Maxentius sangat bersemangat untuk menampilkan dirinya sebagai anak yang berbakti kepada ayahnya setelah kematian Maximianus.[98] Baginda mulai mencetak keping wang dengan gambar ayahnya yang didewakan, menyatakan hasratnya untuk membalas kematian Maximianus.[99] Constantinus awalnya menyajikan bunuh diri tersebut sebagai suatu tragedi keluarga yang patut disayangkan. Namun, pada tahun 311 M, baginda menyebarkan versi yang lain. Menurut versi ini, setelah Constantinus mengampuninya, Maximianus merencanakan untuk membunuh Constantinus saat tidur. Fausta mengetahui rencana tersebut dan memperingatkan Constantinus, yang menempatkan seorang kasim di tempat tidurnya sendiri. Maximianus ditangkap ketika dia membunuh kasim tersebut dan ditawarkan untuk melakukan bunuh diri, yang baginda setujui.[100] Bersamaan dengan penggunaan propaganda, Constantinus melakukan damnatio memoriae pada Maximianus dengan menghancurkan semua inskripsi yang menyebutkan namanya dan melenyapkan segala karya umum yang mengandung citra dirinya.[101]

Kematian Maximianus menyebabkan perlunya suatu perubahan citra publik Constantinus. Baginda tidak dapat lagi mengandalkan hubungannya dengan maharaja sepuh Maximianus, dan membutuhkan suatu sumber legitimasi baru.[102] Dalam pidato yang disampaikannya di Galia pada tanggal 25 Juli 310 M, seorang orator anonim mengungkapkan suatu hubungan kedinastian yang sebelumnya tidak diketahui dengan Klaudius II, maharaja dari abad ke-3 yang terkenal kerana mengalahkan suku Goth dan memulihkan ketertiban dalam kekaisaran. Pidato tersebut menekankan hak prerogatif untuk memerintah dari leluhur Constantinus, bukan prinsip-prinsip kesetaraan imperial, sehingga melepaskan diri dari model tetrarki. Ideologi baru yang diungkapkan dalam pidato ini menjadikan Galerius dan Maximianus tidak relevan bagi hak Constantinus untuk memerintah.[103] Orator tersebut menekankan keturunan dengan mengesampingkan semua faktor lainnya: "Tidak mungkin kesepakatan manusia, ataupun sejumlah konsekuensi persetujuan yang tak terduga, menjadikan Anda maharaja," sebagaimana dinyatakan sang orator bagi Constantinus.[104]

Orasi tersebut juga menggeser ideologi keagamaan Tetrarki, dengan berfokus pada dinasti kembar Yupiter dan Herkules. Sang orator menyatakan bahawa Constantinus mengalami suatu penglihatan ilahi tentang Apollo dan Viktoria yang memberikan dia bumban dafnah kesehatan dan suatu pemerintahan yang panjang. Dalam keserupaan Apollo, Constantinus mengenali dirinya sendiri sebagai sosok penyelamat yang kepadanya diberikan "kekuasaan seluruh dunia",[105] mirip dengan yang pernah diramalkan penyair Virgil.[106] Pergeseran keagamaan yang disampaikan dalam orasi tersebut diiringi dengan pergeseran serupa dalam cetakan keping wang Constantinus. Dalam masa awal pemerintahannya, cetakan keping wang Constantinus mengiklankan Mars sebagai pelindungnya. Sejak tahun 310 M dan seterusnya, Mars digantikan dengan Sol Invictus, suatu dewa yang biasa diidentifikasi dengan Apollo.[107] Hanya ada sedikit alasan untuk meyakini bahawa baik hubungan kedinastian ataupun penglihatan ilahi adalah sesuatu yang lain daripada fiksi, tetapi proklamasi mereka memperkuat klaim Constantinus atas legitimasi dan meningkatkan popularitasnya di antara warga Galia.[108]

Rujukan

WikiPedia: Constantinus I http://www.ucalgary.ca/~vandersp/Courses/texts/jor... http://www.anders.com/lectures/lars_brownworth/12_... http://www.britannica.com/eb/article-9109633/Const... http://www.christtoconstantine.com/ http://www.constantinethegreatcoins.com/ http://www.evolpub.com/CRE/CREseries.html#CRE2 http://www.evolpub.com/CRE/CREseries.html#CRE8 http://findarticles.com/p/articles/mi_hb6404/is_2_... http://www.forumancientcoins.com/numiswiki/view.as... http://www.hermitagerooms.com/exhibitions/Byzantiu...